Perhimpunan Mahasiswa Papua Jerman (PMP Jerman) menggelar Forum Diskusi Terbuka dengan tema “Polemik PON XX di Mata Generasi Muda Papua: Hanya Soal Representasi – Promosi ?” (Sabtu, 12 Juni 2021)
Sabtu, (12/6) lalu, Perhimpunan Mahasiswa Papua di Jerman (PMP Jerman) sebagai Organisasi Mahasiswa Independen yang salah satu fungsinya adalah sebagai wadah aspirasi bagi anak-anak Papua, menginisiasi Forum Diskusi Terbuka yang bertajuk “Polemik PON di Mata Generasi Muda Papua: Hanya Sebatas Representasi – Promosi?”. Forum Diskusi Terbuka ini dihadiri oleh Ketua Bidang II PB PON XX Bapak Roy Letlora, komika asal timur Indonesia Arie Kriting, produser sekaligus musisi asal Papua Stephen Wally, serta perwakilan suara perempuan Papua yaitu Jeni Karay influencer asal Jayapura dan Co-Founder Papua Muda Inspiratif Meilaine Osok sebagai pembicara. Forum ini dihadiri juga oleh artis-artis asal Papua seperti Putri Nere dan Michael Jakarimilena, perwakilan beberapa Organisasi Mahasiswa Papua dan diaspora Papua yang berada di dalam maupun luar negeri.
“Harapan kami dari Forum Diskusi Terbuka ini, kita semua bisa meluruskan polemik yang ada saat ini dan mencari solusi bersama, karena kita semua ingin PON ini berjalan dengan baik dan (Papua) bisa menjadi tuan rumah yang baik untuk PON 2021. Seperti Motto PON XX Papua Torang Bisa!, hari ini kita ingin buktikan bahwa torang (kita) juga bisa menyelesaikan polemik dengan cara yang bijaksana dan elegan”, jelas Reza Dani Rumbiak selaku Ketua Pelaksana dalam sambutannya pada diskusi yang berlangsung secara daring melalui Zoom dan disiarkan secara langsung melalui akun YouTube PPI TV.
Stephen Wally membuka diskusi dengan menjawab pertanyaan dari Moderator tentang pemilihan ikon PON. Ia menjelaskan pendapatnya tentang definisi dari kata ikon itu sendiri dan pentingnya menjadikan wanita anak tanah Papua sebagai ikon untuk PON Papua. “Ikon menurut katanya sendiri artinya adalah ciri, gambar, representasi dari sebuah identitas. Karena ini merupakan perayaan PON di Papua, akan lebih cocok ketika ada seorang perempuan (Papua) yang mewakili identitas, warna, dan kultur yang hadir sebagai ikon PON XX di Papua”, jelas Stephen penggagas Petisi melawan Cultural Appropriation pada PON Papua yang saat ini sudah mengumpulkan lebih dari 12 ribu tanda tangan dari seluruh masyarakat Indonesia.
Sejalan dengan Stephen, Arie pun menilai PON Papua bisa menjadi panggung yang baik untuk perempuan Papua yang menurutnya selama ini sangat kurang mendapat kesempatan untuk tampil dan menunjukan jati diri mereka. “Perempuan Papua itu cantik dengan perbedaan karakternya sendiri. Ini (PON) adalah etalase yang tepat. Ini merupakan panggung yang tepat untuk menjadi ikon bagi diri mereka sendiri”, tegas Arie.
Sebagai perwakilan dari PB PON Papua dan yang berwenang dalam mempromosikan PON, Bapak Roy Letlora sangat mengapresiasi dan menanggapi positif saran yang disuarakan oleh Stephen Wally dan Arie Kriting kepada PB PON. Ia memastikan akan mengevaluasi kembali penggunaan kata “Ikon” dalam PON XX Papua. “Afirmasi orang Papua itu sudah harga mati bagi kita. Saya dan panitia sendiri akan melakukan evaluasi terhadap istilah (ikon) ini”, terang Roy.
Menjawab isu representatif perempuan Papua, pak Roy menegaskan saat ini ia dan tim sedang melakukan proses seleksi untuk mencari Duta PON wanita anak tanah Papua sebagai pendamping Boaz Solossa yang sudah lebih dulu ditunjuk menjadi Duta PON XX Papua. “Jujur aja saya lagi seleksi itu untuk tandemnya Boaz untuk sebagai pasangan dia, untuk sebagai duta PON. Cuma memang betul, kita mencari sosok/figur seorang wanita Papua untuk menjadi nomor satu yang mewakili itu tidak mudah. Ada kakak Lisa Rumbewas yang dari angkat berat, ada Nowela, banyak itu”, lanjut Roy.
“Nanti Nowela ini, tanggal 24 Juni ini, dia sudah muncul, 100 hari countdown, terus ada lagi putri Ekowisata. Nah, mereka itu sudah kita rancang”, ujarnya memastikan keterlibatan dari wanita Papua di PON XX Papua.
Pembicara lainnya Meilaine Osok, putri Papua yang juga terlibat dalam kepanitiaan PON Papua menerangkan bahwa sebenarnya sudah banyak orang Papua termasuk wanita Papua yang terlibat di dalam penyelenggaraan PON. “Saya juga salah satu perempuan Papua yang terlibat dalam acara ini, perempuan Papua, kulit hitam, rambut keriting. Di dalam acara PON ini banyak sekali perempuan Papua yang sudah ada di sana bekerja, mungkin tidak terlihat. Tapi kita yang menyusun acara”, jelas Meilaine.
Selain itu Meilaine juga menyampaikan terima kasih kepada Stephen Wally dan Arie Kriting yang sudah mau berbicara mengenai perempuan Papua. “Kaka dorang sudah berusaha sekuat tenaga, kita berterima kasih sekali, kita perempuan Papua bangga kaka dong mau bersuara mewakili torang”, ungkapnya.
Sedangkan Jeni Karay, yang juga menjadi pembicara dalam forum ini dalam closing statement-nya mengingatkan jangan sampai atlet tidak diperhatikan karena mereka merupakan bagian paling penting dalam perhelatan ini. “Jangan sampai kita lupa hal yang esensial, jangan sampai unsur yang paling utama yaitu atlet itu malah tidak kita perhatikan. Karena kita lagi disorot banyak orang, jangan sampai kita lagi disorot tapi kita sendiri tidak begitu antusias dengan acara yang ada di torang punya Tanah”, jelas Jeni.
Di penghujung sesi tanya jawab bersama peserta diskusi, pak Roy menegaskan kembali bahwa PON Papua memang milik orang Papua dan memihak sepenuhnya kepada masyarakat Papua. Hal ini ditunjukan dengan memprioritaskan produk asli Papua dan UMKM milik orang Papua untuk mendapatkan tempat pada venue-venue yang tersedia. “Saat penyelenggaraan PON itu semua unsur, UMKM yang ada di Papua di klaster-klaster terutama, itu menjadi prioritas utama untuk masuk ke venue-venue untuk dijual. Kita hanya mengizinkan yang asli papua, produk asli papua, mulai dari noken segala macam itu masuk ke venue sebagai souvenir yang akan dijual, dan yang jual juga masyarakat asli Papua tidak boleh orang lain karena (tempatnya) terbatas”, tegas Roy.
Selain itu mengenai peluang anak-anak Papua untuk mengambil bagian dalam PON XX Papua, pak Roy menginformasikan bahwa mereka masih membutuhkan 15.000 relawan PON dan memprioritaskan masyarakat asli Papua. “Kan kita ada butuh 30.000 volunteer untuk pada saat pelaksanaan PON nanti. Jadi ada website yang bisa kita buka dan kita daftar. Kita ini baru (mendapatkan) 15.000 (relawan) untuk 4 klaster, jadi masih ada setengahnya lagi yang kita butuh”, ujar Roy Letlora.
Diskusi terbuka yang berlangsung dengan penuh suasana kekeluargaan selama 2 jam ini pun ditutup dengan himbauan dari Ketua II PB PON XX Papua untuk sama-sama menyukseskan PON XX Papua yang akan berlangsung pada bulan Oktober – November 2021 nanti.