Dalam rangka memperingati IWD, Perhimpunan Mahasiswa Papua (PMP) di Jerman menyelenggarakan rentetan kegiatan yang memberikan ruang kepada para perempuan hebat dari Papua yang sedang mengeyam pendidikan dan bekerja di Jerman untuk berbagi cerita serta pengalaman hidup dan memberikan inspirasi. PMP Jerman memulai rangkaian kegiatan ini dengan membuat live Instagram dengan tajuk „Cerita Perempuan Tanah di Jerman“ yang mana episode pertama berlangsung pada Minggu, 13 Maret 2022 dengan menghadirkan Josephine Nauw asal Sorong sebagai pembicara yang adalah seorang mahasiswi Master Konstruksi di Jerman. Lalu kemudian dilanjutkan dengan episode kedua pada Minggu, 20 maret 2022 dengan pembicara Analita Adriana Raiwaki, seorang mahasiswi Master Jurusan Matematika Bisnis di Jerman asal Jayapura.
International Women’s Day atau yang disebut Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tahunnya pada tanggal 8 Maret. Dilansir dalam laman resmi IWD www.internationalwomensday.com, tema yang diusung pada tahun 2022 ini adalah “#BreakTheBias”. Tema ini dipilih untuk merayakan prestasi perempuan dan kesetaraan gender di berbagai bidang seperti sosial, ekonomi, budaya dan politik.
Sabtu (26/03/2022) webinar International Women’s Day 2022 PMP dengan tema “Break The Bias” menjadi penutup dari perayaan Hari Perempuan Internasional 2022 oleh PMP Jerman. Webinar ini menghadirkan Dr. Fransina Yoteni yang adalah perempuan pertama dan satu-satunya sebagai anggota Komite Central World Council of Churches dan dr. Maria Louisa Rumateray, MARS yang dijuluki „dokter terbang“ sebagai pembicara.
Webinar yang diadakan menggunakan media Zoom dan disiarkan secara langsung melalui akun Youtube PMP Jerman ini dimulai tepat pukul 17:00 WIT yang dibuka dengan doa yang di pimpin oleh Cleopatra Puhili dan dilanjutkan dengan sambutan dari ketua PMP Jerman, Reza Dani Rumbiak dan penanggung jawab kegiatan Denia Sia. Dalam sambutannya Denia menyampaikan bahwa kegiatan ini diselenggarakan mengingat bahwa peran perempuan sendiri sangat penting dalam memberikan support dan apresiasi yang positif satu sama lain, sehingga perempuan lebih berani dan akan terus belajar untuk Break the Bias dan tampil sebagai perempuan Papua yang hebat.
Sara Wambrauw yang bertindak sebagai moderator membuat webinar kali ini menjadi dialog interaktif yang sangat padat makna. Dalam menjawab pertanyaan dari Sara tentang apa yang memotivasi, medorong serta menjadi latar belakang dalam perjalanan pendidikan dan karir, mama DR. Fransina menyampaikan bahwa “yang pertama yang menginspirasi saya dan terutama yang memberi dukungan mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi, orang pertama yang harus sa sebut adalah sa Mama. Saya belajar tekun untuk membaca dan sa suka membaca itu sa belajar dari sa Mama. Saya sebenarnya terinspirasi dari Mama untuk belajar dan ingin keluar dan saya harus menjadi seseorang untuk sa punya diri”. Selain itu mama DR. Fransina juga menambahkan “sebenarnya saya tidak belajar tentang diplomasi, saya tidak dididik melalui pendidikan formal untuk diplomasi. Tetapi itu yang saya lakukan, dan hari ini saya berefleksi, dan saya bilang itu berkat Tuhan yang Tuhan kasi untuk saya. Mungkin itu heritage atau itu turunan yang terus mengikuti saya dan membentuk saya seperti itu selain kepakaran ilmu saya sendiri”.
Karakter Mama Mia terbentuk ketika beliau ikut andil sebagai anak Pramuka sejak SD sampai SMA, hal ini akhirnya membuat rasa cinta beliau terhadap alam terbentuk. Selain itu beliau menambahkan bahwa beliau pernah ikut serta dalam perkemahan Wirakarya di Jayapura dan Raimuna Nasional di Jakarta, melalui pengalaman-pengalaman ini beliau bertemu banyak orang dari Aceh sampai tanah Papua dengan berbagai macam karakter. Ketika SMA pun beliau tinggal di asrama Yan Mamoribo Jayapura dan disana bertemu dengan 100 orang baru yang berasal dari Sorong sampai Merauke dengan karakter mereka masing-masing. “Bukan berarti karena ko sedarah jadi ko sodara, tidak sedarah pun ko tetap sodara“ ujar dr. Mia. Salah satu tantangan besar bagi dr. Mia juga adalah ketika harus menempun pendidikan dokter di luar Papua pada tahun 90an, disana beliau termotivasi untuk giat belajar, mengutip jawaban dokter yang baru saja mendapatkan penghargaan Kick Andy Heroes 2022 menanggapi pertanyaan tentang bagaimana beliau sebagai seorang dokter perempuan harus menghadapi tantangan-tantangan dan bisa menumbuhkan rasa percaya diri untuk terbang melayani hingga ke pedalaman-pedalaman Papua . Dalam kesempatan ini juga dr. Mia berpesan bahwa “yang paling utama adalah hormati orang yang paling tua dari kalian terutama orang tua kalian. Kemudian tetap berbuat baik kepada siapa saja karena dengan ko berbuat baik kebaikan akan menjaga kamu dimana saja kamu berada. Kamu akan ketemu dengan orang-orang baik yang tidak pernah kamu pikirkan“.
Dalam sesi tanya jawab dengan peserta yang mencapai 100 orang itu, Dessy Itaar perwakilan dari IMAPA Rusia menanyakan tentang apa yang membuat dua perempuan Papua hebat ini bertahan dalam perjalanan karir yang akan selalu up and down. „Kita harus bersyukur untuk hari yang baik dan hari yang tidak baik, kita bersyukur ada panas dan kita juga harus bersyukur ada hujan. Kitong punya hidup ini kan butuh proses. Kalo tidak ada tantangan-tantangan yang datang dan kita tidak melewati tantangan-tantangan itu, kitong tidak mungkin kuat. Jadi ketika badai itu datang, tetap bertahan dan tetap berjuang. Ketika badai itu datang jangan pernah menyerah dan putus asa. Ko harus tetap berdoa karena kita punya kekuatan hanya doa. Jangan pernah menyerah dan ikuti proses“ jawab dr. Mia.
„Saya mengabdikan diri untuk pekerjaan saya. Saya tidak membawa kepentingan pribadi lebih dulu. Saya mengutamakan pekerjaan dan dedikasi saya Dan ketika saya mengutamakan dedikasi saya, Tuhan memberikan semua yang saya butuhkan” tambah DR. Fransina melengkapi.
Meskipun dalam peringatan Hari Perempuan Internasional, tidak sedikit peserta yang hadir adalah laki-laki. Salah satunya Franklin Mansa yang bertanya tentang bagaimana seharusnya laki-laki khususnya laki-laki Papua harus bersikap untuk mendukung perempuan-perempuan Papua. Pertanyaan ini pun dijawab oleh DR. Fransina dimana dari kehidupan pribadi, beliau menemukan suami yang juga mendukung perjalanan pendidikan dan karirnya.
DR. Fransina juga menekankan bahwa lingkungan yang berdominasi laki-laki dimana sekarang beliau berada, tetap memberikan kesempatan untuk tampil dan mengaktualisasikan dirinya.
Webinar yang berlangsung kurang lebih dua setengah jam dan dengan total peserta 130 orang ini pun ditutup dengan kesimpulan dari moderator bahwa, dengan webinar ini besar harapan untuk generasi-generasi muda perempuan agar dapat merubah stigma-stigma yang jelek sehingga semakin lebih baik dimasa depan dan berdampak positif bagi semua orang dan terlebih khususnya tanah Papua.